Minggu, 11 Desember 2011

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


A.    Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarakan siswa Degeng (1989). Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Debdikbud, 1995). Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya taksir, menilai dan mengeksperisikan diri dengan berbahasa.
Dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA disebutkan bahwa tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara umum meliputi:
1.      Menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (Nasional) dan bahasa negara.
2.      Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif.
3.      Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial.
4.      Siswa memiliki disiplin dalam berfiki dan berbahasa (berbicara dan menulis).
5.      Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan
6.      Siswa menghargai dan membanggakan sasrta Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Prinsip-prinsip belajar bahasa Indonesia dapat disajikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila:
1.      Diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat,
2.      Diberi kesempatan berpartisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas,
3.      Bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung pemerolehan bahasa,
4.      Ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran,
5.      Jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya,
6.      Jika diberi ympan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan
7.      Jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
B.     Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembicaraan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut:
1.      Pendekatan pembelajaran
Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa.
2.      Metode pembelajaran
Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Dalam strategi pembelajaran, terdapat variable metode pembelajaran dapat dikelasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:
a.       Strategi pengorganisasian isi pembelajaran
Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran “mengorganisasi” mengacu pada tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis yaitu strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro.
b.      Strategi penyampaian pembelajaran
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variable metode untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan strategi penyampaian, yaitu:
1)       Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat, maupun  bahan.
2)      Intraksi pembelajar dengan media
Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting yang kedua untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena strategi penyampaian tidaklah lengkap memberi gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media pada kegiatan belajar siswa.

3)      Bentuk belajar mengajar
Cara-cara untuk menyampaikan pembelajaran lebih mengacu pada jumlah pebelajar dan kreatifitas penggunaan media. Bagaimanapun juga penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menentukan penggunaan jenis media yang berbeda dari kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.
c.       Strategi pengelolaan pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana interaksi antara pebelajar dangan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian tertentu yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling sedikit ada 4 klasifikasi variabel strategi pengelolaan pembelajaran yang meliputi:
1)       Penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran,
2)      Pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan
3)      Pengelolaan motivasional, dan
4)      kontrol belajar
menurut reigelut dan merril (dalam salamun, 2002) menyatakan bahwa klasifikasi variabel pembelajaran meliputi:
(a)    kondisi pembelajaran
kondisi pembelajaran  adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Salamun, 2002).
(b)   Metode pembelajaran
Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur.
(c)    Hasil pembelajaran
Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran (Salamun, 2002). Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu keefektifan, efesiensi dan daya tarik.
C.    Teknik Pembelajaran
Teknik mengajara berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk menyajikan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Soksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran bahasa Indonesia antara lain: 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) diskusi, 4) pemberian tugas dan resetasi, 5) demontrasi dan eksperimen, 6) meramu pendapat (brainstorming), 7) mengajar dilaboratorium, 8) induktif, inkuiri dan diskoveri, 9) peragaan daramatisasi, dan ostensif, 10) simulasi, maen peran, dan sosio-drama, 11) karya wisata dan bermain-main, dan 12) eklektik, campuran dan serta-merta.

MAKALAH LINGUISTIK UMUM MORFOLOGI


A.    Morfem
1.      Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut ke dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa berulang-ulang dengan bentuk lain. Maka bentuk tersebut ternyata untuk menentukan sebuah bentuk morfem atau bukan kita harus mengetahui atau mengenal maknanya.
Contoh: menelantarkan, terlantar, lantaran. Meskipun bentuk latar terdapat berulang-ulang pada daftar tersebut. Tetapi bentuk latar itu bukanlah sebuah morfem karena tidak ada maknanya.
2.      Morfem dan Alomorf
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut morfem. Alomorf adalah perwujudan konkret dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai alomorf. Selain itu juga bisa dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.
3.      Kalsifikasi Morfem
a.      Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem bebas dan morfem terikat adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan.
b.      Morfem utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terbagi. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
c.       Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, misalnya morfem lihat, -lah, sikat, dan ber-. Jadi semua yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsure-unsur suprasegmental. Misalnya, tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
d.      Morfem Beralomorf Zero
Morfem beralomorf zero, yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi melainkan berupa kekosongan.
e.       Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri. Sedangkan morfem tidak bermakna leksikal, tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
4.      Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal, dan Akar
Morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem efik. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar dalam suatu proses morfologi, artinya bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi.
Bentuk dasar biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Misalnya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu.
Pangkal biasanya digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks inflektif.

Akar (root) biasanya digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks derivasional yang ditanggalkan.
B.     Kata
1.      Hakikat Kata
Menurut tata bahasawan tradisional pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortograrfi, menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian, atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Dalam kajian bahasa Arab malah dikatakan “kata-kata dalam bahasa Arab biasanya terdiri dari tiga huruf”.
Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloom Field tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Mereka membahas morfem dari berbagai segi, tetapi tidak pernah mempersoalkan apakah kata itu.
2.      Klasifikasi Kata
Istilah lain yang biasa dipakai untuk klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjelasan kata. Klasifikasi kata ini dalam sejarah linguistik selalu menjadi topik yang tidak pernah terlewatkan.
Pata tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan adjektifa. Sedangkan, kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi. Pada bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Kriteria yang digunakan para tata bahasawan strukturalis untuk telaah bahasa Indonesia, banyak diikuti orang karena dianggap lebih baik daripada kriteria yang digunakan tata bahasawan tradisional.


3.      Pembentukan Kata
Pembentukan kata mempunyai dua sifat yaitu, pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan yang kedua bersifat deviratif.
a.      Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sanskerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian kata itu biasanya berupa afiks.
Penyesuaian bentuk pada verba disebut kongjugasi, dan penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b.      Derivatif
Pembentukan kata secara inflektif, seperti dibicarakan di atas, tidak membentuk kata baru, atau kata ain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Sedangkan, pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
C.    Proses Morfomis
1.      Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Afiksasi dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuh dasar dalam proses pembentukan kata. Ada dua jenis afiks yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif. Sedangkan, afiks derivatif prefiks me-membentuk kata baru, yaitu identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Sedangkan sufiks adalah efiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Transfiks adalah afiks yang berwujud vocal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar, transfiks dapat diimbuhkan ke dalam konsonan-konsonan.
2.      Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis dan bersifat derivasional. Reduplikasi yang bersifat paradiagmatis tidak mengubah identitas leksikal (hanya memberi makna gramatikal). Sedangkan yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.
3.      Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit dalam Indonesia; akhirulkalam, malaikat maut, hajarulaswad dalam bahasa Arab, dan black board, blue bird, dan green house dalam bahasa Inggris.
4.      Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi sering juga disebut dirivasi zero, transmutasi, dan transpasisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental, umpamanya kata drink dalam bahasa Inggrisnya adalah nomina seperti dalam kalimat have a drink, tetapi dapat diubah menjadi sebuah verba, drink, tanpa perubahan apa-apa, seperti dalam kalimat if you’r thirsty, you must drink.
Modifikasi internal (sering juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan).
Contoh berikut diambil dari bahasa Arab dengan morfem dasar berkerangka k-+-b ‘tulis’. Perhatikan kerangka k-+-b tersebut serta vokal-vokal yang mengisinya!

5.      Pemendekan
Pemendekan kata adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Misalnya; bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), L (utuhnya liter), hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan).
6.      Produktivitas Proses Morfemis
Produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, dan reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tidak terbatas, artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
D.    Morfofonemik
Morfofonemik disebut juga, morfofonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi. Reduflikasi maupun komposisi.
Umpamanya dalam proses afiksasi bahasa Indonesia dengan prefiks me- akan terlihat bahwa prefiks me- itu akan berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut aturan-aturan fonologis tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.