ANALISIS KONTRASTIF
A. Batasan dan Pengertian Analisis Kontrastif
Sejak dini harus kita sadari bahwa
“dasar psikologis Analisis Kontrastif adalah Teori Transfer yang diuraikan dan
diformulasikan di dalam suatu teori psikologi Stimulus-Respon kaum Behavioris”
(James dalam Tarigan 1988 : 22). Dengan kata lain teori belajar ilmu jiwa
tingkah laku merupakan dasar Analisis Kontrastif. Ada dua butir penting yang
merupakan inti teori belajar ilmu jiwa tingkah-laku, yaitu: 1) kebiasaan (habit) dan 2) kesalahan (error). Apabila dikaitkan dengan
pemerolehan bahasa maka kedua butir tersebut menjadi: a) kebiasaan berbahasa (language habit) dan b) kesalahan
berbahasa (language error).
Kebiasaan mempunyai dua
kerakteristik utama. Pertama, kebiasaan itu dapat
diamati atau “observable”, bila
berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktivitas dapat
dilihat. Kedua, kebiasaan itu bersifat mekanistis
atau otomatis. Kebiasaan itu
terjadi secara sepontan tanpa disadari dan sangat sukar dihilangkan terkecuali
kalau lingkungan berubah. Perubahan itu mengarah kepada penghilangan stimulus
yang membangkitkannya.
Penyebab kesalahan berbahasa
bersumber pada transfer negatif. Transfer negatif itu sendiri merupakan akibat
penggunaan sistem yang berbeda yang terdapat pada B1 dan B2. Perbedaan sistem
bahasa itu dapat diidentifikasi melalui B1 (bahasa ibu) dengan B2. Kesalahan
berbahasa itu dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa
kedua melalui latihan, pengulangan, dan penguatan (hadiah atau hukuman).
Analisis Kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan
yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk
mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa.
Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa, yang diperoleh dan dihasilkan melalui
Analisis Kontrastif, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau
memprediksi kesulitan-kesulitan belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa
di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2.
B. Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbedaan antara dua bahasa
merupakan dasar buat memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan
belajar bahasa dan kesalahan berbaasa yang akan dihadapi oleh para siswa. Dari
sinilah dijabarkan Hipotesis Analisis Kontrastif.
Hipotesis bentuk kuat (Strong Form
Hypothesis) menyatakan bahwa “semua
kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1
dan B2 yang dipelajari oleh para siswa” (Ellis dalam Tarigan 1988 : 24). Hipotesis
bentuk lemah (Week Form Hypothesis)
menyatakan bahwa Anakon hanyalah bersifat diagnostik belaka. Karena itu Anakon
dan Analisis Kesalahan (Anakes) harus saling melengkapi.
Hipotesis bentuk kuat ini
didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini:
1.
Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan
belajar dan kesalahan dalam pengajaran bahasa asing adalan interferensi bahasa
ibu.
2.
Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya
disebabkan oleh perbedaan antara B1 dan B2.
3.
Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin
akut atau gawat kesulitan belajar.
4.
Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlakukan
untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa
asing.
5.
Bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat
dengan membandingkan kedua bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang
sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan
yang disusun berdasarkan analisis kontrastif.
Ada tiga sumber yang digunakan
sebagai penguat atau rasional hipotesis Anakon, yaitu:
a.
Pengalaman praktis guru bahasa asing.
b.
Telaah mengenai kontak bahasa di dalam situasi
kedwibahasaan.
c.
Teori belajar.
C. Tuntutan Pedagogis Analisis Kontrastif
Kesulitan dalam belajar B2 serta
kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami oleh para siswa yang mempelajari B2
atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan pedagogis terhadap Anakon.
Anakon adalah prosedur kerja,
yang kemudian diikuti atau diteruskan oleh aktivitas lainnya yang relevan dengan kegiatan pertama. Dengan
perkataan lain, tuntutan pedagogis terhadap Anakon dijawab dengan sejumlah
upaya dalam rangka memperbaiki pelajaran bahasa.
Kebiasaan dalam ber-B1 sangat berpengaruh terhadap PB2. Robert Lado (dalam
Tarigan 1988 : 28) merumuskan pertanyaan di atas tadi dengan formulasi yang
sangat terkenal yang berbunyi: “unsur-unsur
yang sama di dalam B1 dan B2 yang sedang dipelajari sangat menunjang pengajaran
B2, sebaliknya, unsur-unsur yang berbeda menyebabkan timbulnya kesulitan
belajar”. Pandangan pengikut psikologi behaviorisme ini dalam pengajaran B2
menjiwai tanggapan Anakon dalam usaha memperbaiki pengajaran bahasa. Tanggapan
tersebut terdiri dari empat langkah yaitu memperbandingkan,
memperkirakan, menyusun bahan, memilih cara penyampaian. Untuk lebih
jelasnya kita bahas di bawah ini:
1.
Memperbandingkan atau Perbandingan
B1 dan B2 yang akan dipelajari para siswa diperbandingkan. Perbandingan
bahasa ini menyangkut segi linguistik. Mula-mula, aliran linguistik struktural
yang mempengaruhi dalam perbandingan itu. Kemudian menyusul aliran linguistik
generatif yang terkenal dengan kesemestaan linguistiknya. Aliran linguistik
mana pun yang mempengaruhi, pada akhirnya yang diharapkan terlukisnya perbedaan
antara B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa.
2.
Memprediksi atau Memperkirakan
Berdasarkan identifikasi perbandingan pada langkah pertama di atas, maka
disusunlah perkiraan kesulitan belajar yang akan dihadapi oleh para siswa dalam
belajar B2. Kesulitan belajar inilah salah satu sumber dari kesalahan belajar
atau kesalahan berbahasa.
3.
Penyusunan atau Pengurutan Bahan Pengajaran
Perbandingan struktur bahasa menghasilkan identifikasi perbedaan antara
dua bahasa. Identifikasi perbedaan antara dua bahasa dipakai sebagai dasar
memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa. Hal yang terakhir
dipakai sebagai dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengajaran B2.
4.
Cara Penyampaian Bahan
Siswa yang belajar B2 sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam bahasa
ibunya. Kebiasaan ini harus diatasi agar tidak lagi mengintervensi ke dalam B2.
Pembentukan kebiasaan dalam B2 dilakukan dengan penyampaian bahan pelajaran
yang telah disusun berdasarkan langkah pertama, kedua, dan ketiga dengan
cara-cara tertentu. Cara-cara yang dianggap sesuai antara lain: peniruan,
pengulangan, latih-runtun (drills),
dan penguatan (hadiah dan hukuman). Dengan cara ini diharapkan para siswa
mempunyai kebiasaan ber-B2 yang kokoh dan dapat mengatasi kebiasaan dalam
ber-B1.
D. Aspek Linguistik dan Psikologis Anakon
Menurut Ellis (dalam Tarigan,
1988:29) menyatakan bahwa “Analisis
Kontrastif mempunyai dua aspek, yakni aspek linguistik dan aspek psikologis”. Melalui
perbandingan antara dua bahasa banyak hal yang dapat diungkapkan. Beberapa
diantara kemungkinan itu adalah:
1.
Tiada
perbedaan: struktur atau sistem aspek tertentu dalam kedua bahasa tidak ada
perbedaan sama sekali (konsonan /I, m, n/ diucapkan sama dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris).
2.
Fenomena
konvergen: dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2 (Indonesia padi, beras, nasi menjadi Inggris rice).
3.
Ketidakadaan:
butir atau sistem tertentu dalam B1 tidak terdapat dalam B2. Misalnya, sistem
penjamakan dengan penanda -s/-es dalam
bahasa Inggris tidak ada dalam bahasa Indonesia; sebaliknya sistem penjamakan
dengan pengulangan kata dalam bahasa
Indonesia (rumah-rumah, daun-daun,
ikan-ikan) tidak ada dalam bahasa Inggris.
4.
Beda
distribusi: butir tertentu dalam B1 berbeda distribusi dengan butir yang
sama dengan B2. Misalnya fonem /ŋ/
dalam bahasa Indonesia menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata, sedangkan
dalam bahasa Inggris hanya menduduki posisi tengah dan akhir kata.
5.
Tiada
persamaan: butir tertentu dalam B1 tidak memiliki kesamaan dalam B2.
Misalnya, predikat kata sifat dalam bahasa Indonesia tidak terdapat dalam
bahasa Inggris; misalnya: Dia kaya (Indonesia)
menjadi ‘He is rich’(Inggris).
6.
Fenomena divergen:
satu butir tertentu dalam B1 menjadi dua butir dalam B2. Misalnya, kata we (Inggris) dapat menjadi kita atau kami dalam bahasa Indonesia.
E. Metodologi Analisis Konstrastif
Anakon memiliki dua aspek, yakni
aspek linguistik dan aspek psikologis. Aspek linguistik berjaitan dengan
masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini tersirat dua hal penting; apa
yang akan diperbandingkan, dan bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek
psikologis anakon menyangkut kesukaran belajar, cara menyusun bahan pengajaran
dan cara menyampaikan bahan pelajaran.
Bila kita ingin mengetahuiperbedaan antara dua
bahasa, maka satu syarat yang harus dipenuhi; tersedianya deskripsi kedua
bahasa tersebut. Deskripsi tersebut diperoleh melalui perbandingan yang akurat
dan ekplisit.
Ada beberapa pakar linguistik
Inggris menganjurkan berbagai pendekatan ada yang berasumsi menggunakan
pendekatan “Polisistemik” ada juga
berpendapat bahwa pendekatan tersebut tidak sesuai bagi perbandingan sintaksis,
karena yang di bahas misalnya hanyalah sistem fonologi atau sistem morfologi
saja, dan lain sebagainya.
Sebenarnya apa yang di bicarakan di
atas berkaitan dengan masalah penyeleksian secara umum. Masalah yang lebih
pelik dan kritis adalah “comprability” atau
“keterbandingan”. Di sini tersirat
penyusunan atau pembentukan apa yang harus didekatkan untuk diperbandingkan.
Walaupun berbagai aspek Anakon telah diteliti secara mendalam, namun masalah
yang merupakan masalah inti Anakon ini belum terpecahkan secara memuaskan.
Masalah keterbandingan ini dapat dipandang dari tiga segi, yakni:
(1)
Kesamaan
struktur
(2)
Kesamaan
terjemahan
(3)
Kesamaan
strukter dan kesamaan
F. Cakupan Telaah Analisis Kontrastif
Cakupan linguistik berkaitan dengan
struktur yang paling banyak dilaksanakan adalah kontrastif struktur fonologi. Hal
ini dapat dimaklumi karena ada anggapan bahwa fonologi sangat berperan dalam
PB2. Oskar (1972) adalah satu-satunya pakar yang mengadakan penelitian di
bidang semantik. Dia menggunakan teknik perbedaan semantik untuk mengukur
perbedaan makna konotatif antara bahasa Jerman dan bahasa Swedia. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, Oskar menyimpul bahwa interferensi B1 terhadap B2
dapat terjadi pada tataran makna nondenotatif. Sumber interferensi ini adalah
pengaruh bahasa ibu atau B1.
Dalam
Kongres FILPLV di Zagreb pada bulan April 1968, yang menguraikan adanya
persaingan antara Analisis Kontrastif dan Analisis kesalahan, antara Anakon dan
Anakes. Para pakar pengajaran B2 di Eropa lebih mengutamakan telaah Anakes
karena mereka beranggapan bahwa hal itu lebih fungsional bagi pengajaran B2.
Sebaliknya, para pakar pengajaran B2 di Amerika sangat mementingkan studi
kontrastif. Hal ini disebabkan oleh pandangan mereka yang menyatakan bahwa
studi Anakon sangat fungsional bagi pengajaran B2.
G. Kritik terhadap Analisis Kontrastif
Analisis Kontrastif merupakan suatu
konsep yang bertujuan menanggulangi masalah pengajaran B2. Para penganjur dan
pendukung Anakon juga menyadari bahwa konsep Anakon bukanlah suatu konsep yang
sudah sempurna benar tanpa cacat-cela sama sekali. Pepatah mengatakan bahwa
“Tak ada gading yang tak retak”. Demikian juga Anakon jelas mempunyai segi-segi
kelemahan atau kekurangan. Aneka kritik yang ditujukan kepada Anakon lebih
banyak mengenai segi aplikasi pedagogis. Kritik itu sebagian besar datang pendukung
anakes yang mengangap anakon merupakan bagian dari anakes. Sedangkan kritik
mengenai aspek linguistik hanya bersifat penyempurnaan teori yang digunakan dan
cakupan sistem bahasa yang diperbandingkan hendaknya lebih menyeluruh.
Terhadap
aspek linguistik anakon paling sedikit ada tiga hal yang sering dikritik.
Pertama, mengenai analisis linguistik yang dianggap terlalu bersifat teoritis,
terlalu terperinci sehingga sukar dipahami dan dipraktekkan kecuali oleh pakar
linguistik. Kedua, mengenai teori srtuktural yang digunakan dianggap kurang
memadai karena teori lingguistik struktural tidak mempunyai kategori yang
bersifat umum yang dapat digunakan dalam mengindentifikasi setiap bahasa dengan
cara yang sama. Ketiga, aspek bahasa yangg diperbandingkkan sebagian besar
mengenai fonologi, menyusul sedikit sintaksis,dan jarang sekali mengenai
semantik.
H. Implikasi pedagogis Analisis Kontrastif
Beberapa hal menarik yang dapat kita temukan dalam perkembangan
Anakon, yakni dimulai dari kelahiran Anakon yang dahulunya disebabkan oleh
tuntutan keadaan pengajaran B2 yang balum memuaskan. Pada saat itu Anakon
disambut dengan penuh harapan sebagai obat yang dapat mengatasi berbagai
masalah pengajaran B2. Kemudian, ternyata tidak semua harapan itu dapat
terpenuhi. Sebagian disebabkan oleh kelemahan pada teori Anakon itu sendiri,
dan sebagian lagi disebabkan oleh kesalahan atau kekurangcermatan mempraktekkan
Anakon. Ditambah lagi dengan kritik dari penantang Anakon. Akibatnya pandangan
orang yang awalnya optimis menjadi pesimis. Pengikut Anakon sebagian besar
berada di Amerika. Sedangkan Anakes berakar dan berurat di Eropa khususnya di
Inggris.
Marton (1974) membuat sebuah
tulisan yang berjudul “Some remarks on
the pedagogical uses of contrastive studies” dengan hipotesisnya kira-kira
berbunyi “Anakon mempunyai nilai
pedagogis yang tinggi bagi pengajaran bahasa di kelas, sebagai teknik penyajian
materi bahasa dan sebagai ciri utama pengajaran bahasa. Hipotesis ini
dibuktikannya melalui tiga cara, yakni:
1.
Memperlihatkan
bahwa hipotesis ini tidak bertentangan dengan psikologi belajar dan
psikolinguistik
2.
Hipotesis
ini ditunjang oleh berbagai penemuan dalam psikologi belajar dan
psikolinguistik.
3.
Menunjukkan
bahwa pernyataan yang menentang hipotesis itu tidak absah dipandang dari sudut
pandang ilmu modern.
I. Anakon sebagai Pemprediksi Kesalahan
Sesuai dengan apa yang kita
bicarakan mengenai sejarah singkat Anakon di atas, yang dalam perkembangannya,
ternyata Anakon tidak dapat memenuhi harapan yang selama ini diidam-idamkan.
Akibatnya, para pendukung Anakon pesimis, sedangkan kaum penantang Anakon
semakin gencar melancarkan kritikannya. Salah satu kesimpulan yang mengejutkan
yang dibuat oleh para penantang Anakon ialah bahwa Anakon tidak memberikan
kontribusi apa-apa lagi bagi pengajaran B2.
Kini Anakon membatasi diri dalam
penyediaan hipotesis, prediksi, dan penjelasan mengenai tingkah laku belajar.
“Hal yang terbaik dapat dilakukan oleh Anakon adalah memprediksi daerah yang
potensial mendatangkan kesalahan, bukan menyatakan suatu kesalahnakan
terjadidalam situasi tertentu” (Krzeszowski, 1985). Sekarang prediksi dan
penjelasan mengenai kesalahan berbahasa menjdi tujuan Anakon.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
The Casino Site | Best Bonus Casino for 2021
BalasHapusThe Casino Website When you play online casino games for real money, you are going to have access choegocasino to the 바카라사이트 best bonuses that deccasino you can play online. We'll show you all