Senin, 24 Oktober 2011

ANALISIS KONTRASTIF (MATERI ANAKES)


ANALISIS KONTRASTIF

A.    Batasan dan Pengertian Analisis Kontrastif
Sejak dini harus kita sadari bahwa “dasar psikologis Analisis Kontrastif adalah Teori Transfer yang diuraikan dan diformulasikan di dalam suatu teori psikologi Stimulus-Respon kaum Behavioris” (James dalam Tarigan 1988 : 22). Dengan kata lain teori belajar ilmu jiwa tingkah laku merupakan dasar Analisis Kontrastif. Ada dua butir penting yang merupakan inti teori belajar ilmu jiwa tingkah-laku, yaitu: 1) kebiasaan (habit) dan 2) kesalahan (error). Apabila dikaitkan dengan pemerolehan bahasa maka kedua butir tersebut menjadi: a) kebiasaan berbahasa (language habit) dan b) kesalahan berbahasa (language error).
Kebiasaan mempunyai dua kerakteristik utama. Pertama, kebiasaan itu dapat diamati atau “observable”, bila berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktivitas dapat dilihat. Kedua, kebiasaan itu bersifat mekanistis atau otomatis. Kebiasaan itu terjadi secara sepontan tanpa disadari dan sangat sukar dihilangkan terkecuali kalau lingkungan berubah. Perubahan itu mengarah kepada penghilangan stimulus yang membangkitkannya.
Penyebab kesalahan berbahasa bersumber pada transfer negatif. Transfer negatif itu sendiri merupakan akibat penggunaan sistem yang berbeda yang terdapat pada B1 dan B2. Perbedaan sistem bahasa itu dapat diidentifikasi melalui B1 (bahasa ibu) dengan B2. Kesalahan berbahasa itu dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa kedua melalui latihan, pengulangan, dan penguatan (hadiah atau hukuman).
Analisis Kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa, yang diperoleh dan dihasilkan melalui Analisis Kontrastif, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2.
B.     Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbedaan antara dua bahasa merupakan dasar buat memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbaasa yang akan dihadapi oleh para siswa. Dari sinilah dijabarkan Hipotesis Analisis Kontrastif.
Hipotesis bentuk kuat (Strong Form Hypothesis) menyatakan bahwa “semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa” (Ellis dalam Tarigan 1988 : 24). Hipotesis bentuk lemah (Week Form Hypothesis) menyatakan bahwa Anakon hanyalah bersifat diagnostik belaka. Karena itu Anakon dan Analisis Kesalahan (Anakes) harus saling melengkapi.
Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini:
1.      Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran bahasa asing adalan interferensi bahasa ibu.
2.      Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan antara B1 dan B2.
3.      Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawat kesulitan belajar.
4.      Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlakukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing.
5.      Bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan analisis kontrastif.
Ada tiga sumber yang digunakan sebagai penguat atau rasional hipotesis Anakon, yaitu:
a.       Pengalaman praktis guru bahasa asing.
b.      Telaah mengenai kontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan.
c.       Teori belajar.

C.    Tuntutan Pedagogis Analisis Kontrastif
Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami oleh para siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan pedagogis terhadap Anakon.
Anakon adalah prosedur kerja, yang kemudian diikuti atau diteruskan oleh aktivitas lainnya yang  relevan dengan kegiatan pertama. Dengan perkataan lain, tuntutan pedagogis terhadap Anakon dijawab dengan sejumlah upaya dalam rangka memperbaiki pelajaran bahasa.
Kebiasaan dalam ber-B1 sangat berpengaruh terhadap PB2. Robert Lado (dalam Tarigan 1988 : 28) merumuskan pertanyaan di atas tadi dengan formulasi yang sangat terkenal yang berbunyi: “unsur-unsur yang sama di dalam B1 dan B2 yang sedang dipelajari sangat menunjang pengajaran B2, sebaliknya, unsur-unsur yang berbeda menyebabkan timbulnya kesulitan belajar”. Pandangan pengikut psikologi behaviorisme ini dalam pengajaran B2 menjiwai tanggapan Anakon dalam usaha memperbaiki pengajaran bahasa. Tanggapan tersebut terdiri dari empat langkah yaitu memperbandingkan, memperkirakan, menyusun bahan, memilih cara penyampaian. Untuk lebih jelasnya kita bahas di bawah ini:
1.      Memperbandingkan atau Perbandingan
B1 dan B2 yang akan dipelajari para siswa diperbandingkan. Perbandingan bahasa ini menyangkut segi linguistik. Mula-mula, aliran linguistik struktural yang mempengaruhi dalam perbandingan itu. Kemudian menyusul aliran linguistik generatif yang terkenal dengan kesemestaan linguistiknya. Aliran linguistik mana pun yang mempengaruhi, pada akhirnya yang diharapkan terlukisnya perbedaan antara B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa.
2.      Memprediksi atau Memperkirakan
Berdasarkan identifikasi perbandingan pada langkah pertama di atas, maka disusunlah perkiraan kesulitan belajar yang akan dihadapi oleh para siswa dalam belajar B2. Kesulitan belajar inilah salah satu sumber dari kesalahan belajar atau kesalahan berbahasa.
3.      Penyusunan atau Pengurutan Bahan Pengajaran
Perbandingan struktur bahasa menghasilkan identifikasi perbedaan antara dua bahasa. Identifikasi perbedaan antara dua bahasa dipakai sebagai dasar memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa. Hal yang terakhir dipakai sebagai dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengajaran B2.
4.      Cara Penyampaian Bahan
Siswa yang belajar B2 sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam bahasa ibunya. Kebiasaan ini harus diatasi agar tidak lagi mengintervensi ke dalam B2. Pembentukan kebiasaan dalam B2 dilakukan dengan penyampaian bahan pelajaran yang telah disusun berdasarkan langkah pertama, kedua, dan ketiga dengan cara-cara tertentu. Cara-cara yang dianggap sesuai antara lain: peniruan, pengulangan, latih-runtun (drills), dan penguatan (hadiah dan hukuman). Dengan cara ini diharapkan para siswa mempunyai kebiasaan ber-B2 yang kokoh dan dapat mengatasi kebiasaan dalam ber-B1.
D.    Aspek Linguistik dan Psikologis Anakon
Menurut Ellis (dalam Tarigan, 1988:29) menyatakan bahwa “Analisis Kontrastif mempunyai dua aspek, yakni aspek linguistik dan aspek psikologis”. Melalui perbandingan antara dua bahasa banyak hal yang dapat diungkapkan. Beberapa diantara kemungkinan itu adalah:
1.      Tiada perbedaan: struktur atau sistem aspek tertentu dalam kedua bahasa tidak ada perbedaan sama sekali (konsonan /I, m, n/ diucapkan sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris).
2.      Fenomena konvergen: dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2 (Indonesia padi, beras, nasi menjadi Inggris rice).
3.      Ketidakadaan: butir atau sistem tertentu dalam B1 tidak terdapat dalam B2. Misalnya, sistem penjamakan dengan penanda -s/-es dalam bahasa Inggris tidak ada dalam bahasa Indonesia; sebaliknya sistem penjamakan dengan pengulangan kata dalam bahasa Indonesia (rumah-rumah, daun-daun, ikan-ikan) tidak ada dalam bahasa Inggris.
4.      Beda distribusi: butir tertentu dalam B1 berbeda distribusi dengan butir yang sama dengan B2. Misalnya fonem /ŋ/ dalam bahasa Indonesia menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata, sedangkan dalam bahasa Inggris hanya menduduki posisi tengah dan akhir kata.
5.      Tiada persamaan: butir tertentu dalam B1 tidak memiliki kesamaan dalam B2. Misalnya, predikat kata sifat dalam bahasa Indonesia tidak terdapat dalam bahasa Inggris; misalnya: Dia kaya (Indonesia) menjadi ‘He is rich’(Inggris).
6.      Fenomena divergen: satu butir tertentu dalam B1 menjadi dua butir dalam B2. Misalnya, kata we (Inggris) dapat menjadi kita atau kami dalam bahasa Indonesia.

E.     Metodologi Analisis Konstrastif
Anakon memiliki dua aspek, yakni aspek linguistik dan aspek psikologis. Aspek linguistik berjaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini tersirat dua hal penting; apa yang akan diperbandingkan, dan bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikologis anakon menyangkut kesukaran belajar, cara menyusun bahan pengajaran dan cara menyampaikan bahan pelajaran.
Bila kita ingin mengetahuiperbedaan antara dua bahasa, maka satu syarat yang harus dipenuhi; tersedianya deskripsi kedua bahasa tersebut. Deskripsi tersebut diperoleh melalui perbandingan yang akurat dan ekplisit.
Ada beberapa pakar linguistik Inggris menganjurkan berbagai pendekatan ada yang berasumsi menggunakan pendekatan “Polisistemik” ada juga berpendapat bahwa pendekatan tersebut tidak sesuai bagi perbandingan sintaksis, karena yang di bahas misalnya hanyalah sistem fonologi atau sistem morfologi saja, dan lain sebagainya.
Sebenarnya apa yang di bicarakan di atas berkaitan dengan masalah penyeleksian secara umum. Masalah yang lebih pelik dan kritis adalah “comprability” atau “keterbandingan”. Di sini tersirat penyusunan atau pembentukan apa yang harus didekatkan untuk diperbandingkan. Walaupun berbagai aspek Anakon telah diteliti secara mendalam, namun masalah yang merupakan masalah inti Anakon ini belum terpecahkan secara memuaskan. Masalah keterbandingan ini dapat dipandang dari tiga segi, yakni:
(1)   Kesamaan struktur
(2)   Kesamaan terjemahan
(3)   Kesamaan strukter dan kesamaan

F.     Cakupan Telaah Analisis Kontrastif
Cakupan linguistik berkaitan dengan struktur yang paling banyak dilaksanakan adalah kontrastif struktur fonologi. Hal ini dapat dimaklumi karena ada anggapan bahwa fonologi sangat berperan dalam PB2. Oskar (1972) adalah satu-satunya pakar yang mengadakan penelitian di bidang semantik. Dia menggunakan teknik perbedaan semantik untuk mengukur perbedaan makna konotatif antara bahasa Jerman dan bahasa Swedia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Oskar menyimpul bahwa interferensi B1 terhadap B2 dapat terjadi pada tataran makna nondenotatif. Sumber interferensi ini adalah pengaruh bahasa ibu atau B1.
Dalam Kongres FILPLV di Zagreb pada bulan April 1968, yang menguraikan adanya persaingan antara Analisis Kontrastif dan Analisis kesalahan, antara Anakon dan Anakes. Para pakar pengajaran B2 di Eropa lebih mengutamakan telaah Anakes karena mereka beranggapan bahwa hal itu lebih fungsional bagi pengajaran B2. Sebaliknya, para pakar pengajaran B2 di Amerika sangat mementingkan studi kontrastif. Hal ini disebabkan oleh pandangan mereka yang menyatakan bahwa studi Anakon sangat fungsional bagi pengajaran B2.
G.    Kritik terhadap Analisis Kontrastif
Analisis Kontrastif merupakan suatu konsep yang bertujuan menanggulangi masalah pengajaran B2. Para penganjur dan pendukung Anakon juga menyadari bahwa konsep Anakon bukanlah suatu konsep yang sudah sempurna benar tanpa cacat-cela sama sekali. Pepatah mengatakan bahwa “Tak ada gading yang tak retak”. Demikian juga Anakon jelas mempunyai segi-segi kelemahan atau kekurangan. Aneka kritik yang ditujukan kepada Anakon lebih banyak mengenai segi aplikasi pedagogis. Kritik itu sebagian besar datang pendukung anakes yang mengangap anakon merupakan bagian dari anakes. Sedangkan kritik mengenai aspek linguistik hanya bersifat penyempurnaan teori yang digunakan dan cakupan sistem bahasa yang diperbandingkan hendaknya lebih menyeluruh.
Terhadap aspek linguistik anakon paling sedikit ada tiga hal yang sering dikritik. Pertama, mengenai analisis linguistik yang dianggap terlalu bersifat teoritis, terlalu terperinci sehingga sukar dipahami dan dipraktekkan kecuali oleh pakar linguistik. Kedua, mengenai teori srtuktural yang digunakan dianggap kurang memadai karena teori lingguistik struktural tidak mempunyai kategori yang bersifat umum yang dapat digunakan dalam mengindentifikasi setiap bahasa dengan cara yang sama. Ketiga, aspek bahasa yangg diperbandingkkan sebagian besar mengenai fonologi, menyusul sedikit sintaksis,dan jarang sekali mengenai semantik.
H.    Implikasi pedagogis Analisis Kontrastif
Beberapa hal menarik  yang dapat kita temukan dalam perkembangan Anakon, yakni dimulai dari kelahiran Anakon yang dahulunya disebabkan oleh tuntutan keadaan pengajaran B2 yang balum memuaskan. Pada saat itu Anakon disambut dengan penuh harapan sebagai obat yang dapat mengatasi berbagai masalah pengajaran B2. Kemudian, ternyata tidak semua harapan itu dapat terpenuhi. Sebagian disebabkan oleh kelemahan pada teori Anakon itu sendiri, dan sebagian lagi disebabkan oleh kesalahan atau kekurangcermatan mempraktekkan Anakon. Ditambah lagi dengan kritik dari penantang Anakon. Akibatnya pandangan orang yang awalnya optimis menjadi pesimis. Pengikut Anakon sebagian besar berada di Amerika. Sedangkan Anakes berakar dan berurat di Eropa khususnya di Inggris.
Marton (1974) membuat sebuah tulisan yang berjudul “Some remarks on the pedagogical uses of contrastive studies” dengan hipotesisnya kira-kira berbunyi “Anakon mempunyai nilai pedagogis yang tinggi bagi pengajaran bahasa di kelas, sebagai teknik penyajian materi bahasa dan sebagai ciri utama pengajaran bahasa. Hipotesis ini dibuktikannya  melalui tiga cara, yakni:
1.      Memperlihatkan bahwa hipotesis ini tidak bertentangan dengan psikologi belajar dan psikolinguistik
2.      Hipotesis ini ditunjang oleh berbagai penemuan dalam psikologi belajar dan psikolinguistik.
3.      Menunjukkan bahwa pernyataan yang menentang hipotesis itu tidak absah dipandang dari sudut pandang ilmu modern.

I.       Anakon sebagai Pemprediksi Kesalahan
Sesuai dengan apa yang kita bicarakan mengenai sejarah singkat Anakon di atas, yang dalam perkembangannya, ternyata Anakon tidak dapat memenuhi harapan yang selama ini diidam-idamkan. Akibatnya, para pendukung Anakon pesimis, sedangkan kaum penantang Anakon semakin gencar melancarkan kritikannya. Salah satu kesimpulan yang mengejutkan yang dibuat oleh para penantang Anakon ialah bahwa Anakon tidak memberikan kontribusi apa-apa lagi bagi pengajaran B2.
Kini Anakon membatasi diri dalam penyediaan hipotesis, prediksi, dan penjelasan mengenai tingkah laku belajar. “Hal yang terbaik dapat dilakukan oleh Anakon adalah memprediksi daerah yang potensial mendatangkan kesalahan, bukan menyatakan suatu kesalahnakan terjadidalam situasi tertentu” (Krzeszowski, 1985). Sekarang prediksi dan penjelasan mengenai kesalahan berbahasa menjdi tujuan Anakon.  

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

1 komentar:

  1. The Casino Site | Best Bonus Casino for 2021
    The Casino Website When you play online casino games for real money, you are going to have access choegocasino to the 바카라사이트 best bonuses that deccasino you can play online. We'll show you all

    BalasHapus